
Kegagalan formulasi adalah momok yang merugikan bagi setiap produsen produk hand hygiene. Salah satu masalah paling umum dan mahal adalah produk hand sanitizer yang terlalu encer. Produk yang gagal mencapai kekentalan yang tepat tidak hanya boros dan sulit digunakan, tetapi juga merusak citra merek dan kepercayaan konsumen. Viskositas, atau kekentalan, bukanlah sekadar preferensi sensorik; ini adalah parameter kualitas kritis yang secara langsung menentukan efektivitas, pengalaman pengguna, dan stabilitas produk Anda.
Bagi para formulator, teknisi R&D, dan spesialis Quality Control (QC), mencapai viskositas yang konsisten dari satu batch ke batch berikutnya adalah tantangan utama. Di sinilah letak nilai panduan ini. Kami akan menjembatani teori formulasi yang kompleks dengan QC praktis dan panduan troubleshooting yang dapat ditindaklanjuti. Tujuannya adalah memberdayakan Anda dengan pengetahuan untuk menghasilkan produk hand hygiene berstandar tinggi secara konsisten dan profesional.
Dalam panduan komprehensif ini, kita akan membahas mengapa viskositas sangat penting, cara memilih bahan pengental yang tepat, prosedur standar untuk pengukuran yang akurat, dan cara mengatasi masalah formulasi yang paling umum.
Sebelum menyelami detail teknis formulasi dan pengukuran, penting untuk memahami mengapa kita harus begitu peduli dengan kekentalan. Viskositas adalah pilar kualitas yang menopang tiga aspek fundamental dari produk hand sanitizer yang sukses: efikasi, pengalaman pengguna, dan stabilitas.
Faktor utama yang menentukan efektivitas sebuah hand sanitizer adalah konsentrasi alkoholnya. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan kandungan alkohol minimal 60%[2], sementara World Health Organization (WHO) merekomendasikan formulasi dengan etanol 80% (v/v) untuk penggunaan di fasilitas kesehatan[1]. Namun, alkohol membutuhkan waktu kontak yang cukup di permukaan kulit untuk membunuh kuman secara efektif.
Di sinilah peran viskositas menjadi sangat penting. Viskositas yang lebih tinggi memperpanjang waktu kontak (contact time) produk di kulit. Produk yang terlalu encer akan cepat menguap atau menetes dari tangan sebelum sempat bekerja maksimal. Sebaliknya, gel dengan viskositas yang tepat akan tetap berada di tangan lebih lama, memberikan waktu yang cukup bagi alkohol untuk melakukan tugasnya. Studi menunjukkan bahwa waktu pengeringan produk berbanding lurus dengan viskositasnya, yang secara tidak langsung berkorelasi dengan waktu kontak. WHO merekomendasikan durasi menggosok tangan dengan hand sanitizer selama 20-30 detik[1], dan viskositas yang tepat membantu pengguna memenuhi durasi ini dengan nyaman.
Dari sudut pandang komersial, tekstur produk adalah segalanya. Konsumen dan tenaga medis profesional akan dengan cepat menolak produk yang terasa tidak nyaman.
Viskositas yang ideal menciptakan pengalaman sensorik yang positif. Produk terasa substansial, mudah diratakan, dan menyerap dengan bersih tanpa rasa lengket. Untuk hand sanitizer berbentuk gel, viskositas yang ideal umumnya berada di rentang 1500-5000 cP (centiPoise) untuk memberikan sensasi yang baik dan kemudahan penggunaan.
Formulasi hand sanitizer modern sering kali mengandung lebih dari sekadar alkohol dan pengental. Bahan-bahan seperti pelembap (gliserin), emolien, dan pewangi juga ditambahkan. Viskositas memainkan peran penting sebagai agen penstabil. Struktur gel yang terbentuk oleh pengental membantu menjaga agar semua komponen ini tersuspensi secara merata di seluruh produk.
Tanpa viskositas yang stabil, formulasi berisiko mengalami pemisahan fasa (sineresis), di mana cairan terpisah dari gel, atau pengendapan komponen lain. Hal ini tidak hanya merusak penampilan produk tetapi juga dapat menyebabkan distribusi bahan aktif yang tidak merata. Oleh karena itu, pemilihan pengental yang tepat sangat penting untuk menjaga stabilitas viskositas dan integritas produk selama masa simpannya.
Inti dari pengendalian viskositas terletak pada pemilihan dan penggunaan rheology modifier atau bahan pengental yang tepat. Setiap jenis pengental memiliki karakteristik, kelebihan, dan metode penggunaan yang berbeda. Berikut adalah perbandingan bahan pengental yang paling umum digunakan dalam formulasi hand sanitizer.
| Bahan Pengental | Kelebihan | Kekurangan | Konsentrasi Tipikal | Catatan Penting |
|---|---|---|---|---|
| Carbomer (misal, Carbopol®) | Sangat efisien, menghasilkan gel yang jernih dan elegan secara estetika. | Sensitif terhadap pH dan elektrolit. Memerlukan agen penetral untuk aktif. | 0.2% – 0.5% | Standar industri untuk gel berkualitas tinggi. Urutan penambahan bahan sangat krusial. |
| Turunan Selulosa (HPMC/HEC) | Toleransi lebih baik terhadap elektrolit. Tidak memerlukan netralisasi pH. | Mungkin tidak menghasilkan gel sejernih Carbomer. Efisiensi lebih rendah. | 0.5% – 2.0% | Pilihan baik untuk formulasi yang mengandung ekstrak botani atau bahan lain dengan kandungan garam. |
| Xanthan Gum | Berasal dari sumber alami. Stabil dalam rentang pH yang luas. | Cenderung menghasilkan gel yang kurang jernih (keruh) dan terkadang bertekstur ‘berlendir’ (stringy). | 0.5% – 1.5% | Lebih umum digunakan dalam produk makanan; penggunaannya dalam hand sanitizer memerlukan pertimbangan estetika. |
Carbomer adalah keluarga polimer asam akrilat yang menjadi pilihan utama bagi banyak formulator karena kemampuannya membentuk gel yang sangat jernih dan stabil pada konsentrasi yang sangat rendah.
Cara kerjanya adalah dengan membengkak secara signifikan ketika terdispersi dalam air dan kemudian dinetralkan. Proses netralisasi ini menaikkan pH larutan, menyebabkan rantai polimer saling tolak-menolak dan membentuk jaringan tiga dimensi yang memerangkap air dan alkohol, sehingga menciptakan struktur gel. Konsentrasi Carbomer biasanya sangat rendah, sekitar 0.2% hingga 0.5% sudah cukup untuk mencapai kekentalan yang diinginkan, dan ia membutuhkan pH sekitar 6.0-7.5 untuk membentuk gel secara optimal.
Menurut Technical Data Sheet dari Lubrizol, produsen Carbopol®, direkomendasikan untuk menetralisir polimer setelah penambahan alkohol menggunakan agen seperti triethanolamine (TEA) untuk mencapai efisiensi tertinggi[3]. Ini adalah langkah kritis yang sering menjadi sumber kegagalan bagi formulator pemula.
Hydroxypropyl Methylcellulose (HPMC) dan Hydroxyethyl Cellulose (HEC) adalah polimer semi-sintetik yang berasal dari selulosa. Berbeda dengan Carbomer, pengental ini tidak memerlukan netralisasi pH untuk bekerja. Mereka mengental dengan cara terhidrasi dan membentuk jaringan melalui ikatan hidrogen.
Kelebihan utama HPMC adalah toleransinya yang lebih baik terhadap elektrolit (garam). Ini menjadikannya pilihan yang baik untuk formulasi yang lebih kompleks yang mungkin mengandung ekstrak botani atau bahan aktif lain yang dapat mengganggu struktur gel Carbomer. Namun, HPMC umumnya membutuhkan konsentrasi yang lebih tinggi untuk mencapai viskositas yang sama dengan Carbomer dan mungkin tidak menghasilkan gel yang sebening kristal. Proses hidrasinya juga bisa lebih lambat, memerlukan waktu pengadukan yang lebih lama untuk mencapai kekentalan maksimum.
Xanthan Gum adalah polisakarida yang diproduksi melalui fermentasi. Sebagai pengental ‘alami’, ia populer di industri makanan dan kosmetik alami. Meskipun stabil dalam sistem berbasis alkohol, penggunaannya dalam hand sanitizer memiliki beberapa tantangan.
Xanthan Gum sering kali menghasilkan gel yang keruh atau translusen, bukan jernih. Tekstur yang dihasilkan juga bisa terasa sedikit ‘berlendir’ (stringy) atau lengket bagi sebagian pengguna. Meskipun merupakan pilihan yang valid, untuk mencapai estetika produk premium yang jernih dan elegan, polimer sintetis seperti Carbomer sering kali menjadi pilihan yang lebih unggul.
Formulasi yang hebat tidak ada artinya tanpa Quality Control (QC) yang andal. Mengukur viskositas secara akurat dan dapat diulang adalah kunci untuk memastikan setiap batch produk yang Anda rilis memenuhi spesifikasi dan konsisten dengan batch sebelumnya.
Metode pengujian viskositas untuk produk seperti ini sering mengacu pada standar internasional seperti ASTM D2196 (Standard Test Methods for Rheological Properties of Non-Newtonian Materials by Rotational Viscometer)5] atau panduan farmasi seperti USP General Chapter <912> Viscosity—Rotational Methods[4]. Bahkan, menurut United States Pharmacopeia (USP), untuk hand sanitizer yang dibuat sesuai formula FDA, viskositasnya harus berada di rentang 500–3500 cP, yang diukur menggunakan [viskometer rotasional[4].
Standar emas untuk mengukur viskositas produk gel non-Newtonian adalah viskometer rotasional (contoh populer adalah merek Brookfield). Alat ini bekerja dengan memutar elemen sensor (disebut spindle) yang direndam dalam sampel cairan pada kecepatan konstan. Alat ini mengukur torsi (gaya puntir) yang diperlukan untuk memutar spindle. Semakin kental cairannya, semakin besar torsi yang dibutuhkan. Torsi ini kemudian dikonversi secara matematis menjadi nilai viskositas.
Untuk memastikan akurasi, terutama dalam lingkungan produksi yang tunduk pada Good Manufacturing Practices (GMP), viskometer harus dikalibrasi secara rutin menggunakan minyak silikon standar yang nilai viskositasnya tersertifikasi.
Berikut adalah prosedur operasi standar (SOP) dasar untuk mengukur viskositas hand sanitizer gel menggunakan viskometer rotasional:
Pro Tip dari Ahli: Pastikan pembacaan torsi (% Torque) berada di antara 10% hingga 90% untuk akurasi terbaik. Jika pembacaan di luar rentang ini, sesuaikan kecepatan (RPM) atau ganti dengan spindle yang berbeda.
Hasil pengukuran viskositas biasanya dilaporkan dalam satuan centiPoise (cP) atau miliPascal-detik (mPa·s), di mana 1 cP = 1 mPa·s. Saat melaporkan hasil, sangat penting untuk selalu mencantumkan parameter pengujian: model viskometer, nomor spindle, kecepatan (RPM), dan suhu.
Ingatlah selalu bahwa faktor terbesar yang mempengaruhi hasil adalah suhu. Kenaikan suhu, bahkan hanya beberapa derajat, dapat secara signifikan menurunkan viskositas gel. Inilah sebabnya mengapa setiap pengujian QC harus dilakukan pada suhu yang terkontrol dan tercatat secara ketat untuk memastikan hasil yang dapat dibandingkan antar batch.
Bahkan formulator yang paling berpengalaman sekalipun terkadang menghadapi masalah. Bagian ini berfungsi sebagai panduan troubleshooting untuk mengidentifikasi dan memperbaiki masalah viskositas yang paling umum.
| Masalah | Kemungkinan Penyebab | Solusi |
|---|---|---|
| Produk Terlalu Encer / Gagal Mengental | (Carbomer) pH terlalu rendah (<6.0). (Carbomer) Urutan penambahan bahan salah. Konsentrasi pengental tidak cukup. | (Carbomer) Periksa pH. Tambahkan agen penetral (misal, TEA) tetes demi tetes sambil mengaduk hingga gel terbentuk. (Carbomer) Pastikan untuk mendispersikan Carbomer dalam air terlebih dahulu sebelum menambahkan alkohol untuk mencegah penggumpalan. Tingkatkan konsentrasi pengental pada batch berikutnya. |
| Viskositas Menurun Seiring Waktu | Degradasi polimer pengental akibat paparan sinar UV. Inkompatibilitas dengan bahan lain (misal, elektrolit dari ekstrak). | Gunakan kemasan yang tidak tembus cahaya (opak) untuk melindungi produk dari sinar UV. Jika menggunakan Carbomer, pastikan bahan lain tidak mengandung kadar elektrolit yang tinggi. Pertimbangkan beralih ke HPMC jika perlu. Lakukan uji stabilitas dipercepat. |
| Produk Terlalu Kental / Lengket | Konsentrasi pengental terlalu tinggi. Jenis pengental yang digunakan secara inheren lengket. | Turunkan konsentrasi pengental pada batch berikutnya. Tambahkan emolien (misal, gliserin, propilen glikol) dalam jumlah yang tepat untuk mengurangi rasa lengket. Pertimbangkan untuk mencoba jenis pengental yang berbeda. |
Ini adalah masalah yang paling sering terjadi. Jika Anda menggunakan Carbomer, penyebab utamanya hampir selalu terkait pH atau urutan penambahan. Solusi konkretnya adalah dengan memeriksa pH larutan. Jika di bawah 6.0, produk tidak akan mengental. Tambahkan agen penetral seperti TEA tetes demi tetes sambil terus mengaduk hingga gel terbentuk. Selain itu, selalu ikuti urutan penambahan yang benar: dispersikan Carbomer dalam air hingga merata sebelum menambahkan alkohol. Menambahkan Carbomer langsung ke alkohol akan menyebabkan penggumpalan yang sangat sulit diatasi.
Produk yang terlihat sempurna saat produksi tetapi menjadi encer setelah beberapa minggu adalah masalah stabilitas yang serius. Penyebab umum adalah degradasi polimer. Polimer seperti Carbomer sangat sensitif terhadap sinar UV, yang dapat memutus rantai polimernya dan menghancurkan struktur gel. Solusi praktisnya adalah menggunakan kemasan yang tidak tembus cahaya. Untuk memprediksi masalah ini, lakukan uji stabilitas dipercepat dengan menyimpan sampel pada suhu tinggi (misalnya, 40°C selama 3 bulan) untuk mensimulasikan umur simpan produk yang lebih lama.
Meskipun lebih jarang terjadi, batch yang terlalu kental bisa sulit untuk dikemas dan tidak nyaman digunakan. Solusi termudah adalah dengan menyesuaikan formula pada batch berikutnya dengan mengurangi konsentrasi pengental. Untuk mengurangi rasa lengket yang sering dikeluhkan pengguna, pastikan konsentrasi emolien seperti gliserin sudah optimal. Namun, perlu diingat bahwa beberapa pengental secara inheren memang terasa lebih lengket daripada yang lain, yang menyoroti kembali pentingnya pemilihan bahan yang cermat di tahap awal pengembangan.
Bagian ini menjawab beberapa pertanyaan spesifik yang sering diajukan oleh para profesional di industri.
Tidak ada satu standar universal yang kaku, tetapi ada pedoman yang diterima secara luas. USP menyarankan rentang 500–3500 cP untuk formula yang mengikuti panduan FDA[4]. Namun, untuk produk komersial di pasaran, rentang yang lebih umum untuk mencapai pengalaman sensorik yang baik adalah antara 1500 cP hingga 5000 cP. Nilai akhir sering kali ditentukan oleh preferensi target pasar.
Tidak secara langsung. Efektivitas utama ditentukan oleh kadar dan jenis alkohol. Seperti yang direkomendasikan oleh CDC (minimal 60%)[2] dan WHO (misalnya, 80% etanol)[1], konsentrasi alkohol adalah faktor terpenting dalam membunuh kuman. Namun, viskositas yang optimal memainkan peran pendukung yang krusial dengan memastikan alkohol memiliki waktu kontak yang cukup di kulit untuk bekerja secara efektif, alih-alih langsung menetes atau menguap.
Memahami kapan kebersihan tangan harus dilakukan adalah bagian dari standar hand hygiene secara keseluruhan. Menurut World Health Organization (WHO), ada 5 momen kunci untuk kebersihan tangan di lingkungan perawatan kesehatan[1]:
Viskositas pada produk hand sanitizer jauh lebih dari sekadar “rasa” atau tekstur. Ia adalah pilar kualitas yang fundamental, yang secara langsung memengaruhi efikasi antiseptik, penerimaan oleh pengguna, dan stabilitas produk dalam jangka panjang. Mengabaikan parameter ini berarti membuka pintu bagi inkonsistensi produk, keluhan pelanggan, dan kegagalan batch yang mahal.
Dengan memahami prinsip-prinsip formulasi, menguasai teknik pengukuran QC yang akurat sesuai standar industri, dan membekali diri dengan panduan untuk mengatasi masalah, Anda kini memiliki pengetahuan untuk menghasilkan produk hand hygiene yang unggul secara konsisten. Mengendalikan viskositas berarti mengendalikan kualitas, dan pada akhirnya, memperkuat posisi Anda di pasar.
Sebagai pemasok dan distributor alat ukur dan uji terkemuka, CV. Java Multi Mandiri memahami kebutuhan kritikal industri dalam menjaga standar kualitas tertinggi. Kami berspesialisasi dalam melayani klien bisnis dan aplikasi industri, menyediakan instrumen presisi seperti viskometer rotasional yang Anda perlukan untuk mengoptimalkan proses QC Anda. Jika Anda siap untuk meningkatkan konsistensi dan keandalan produk Anda, silakan diskusikan kebutuhan perusahaan Anda dengan tim ahli kami untuk menemukan solusi peralatan yang tepat bagi operasional Anda.
Disclaimer: Informasi dalam artikel ini ditujukan untuk tujuan edukasi bagi formulator dan profesional teknis. Selalu lakukan pengujian dalam skala kecil terlebih dahulu. Pengguna bertanggung jawab untuk mematuhi semua peraturan keselamatan dan regulasi yang berlaku di wilayahnya saat membuat atau menangani bahan kimia.

Pengiriman Produk
Ke Seluruh Indonesia
Gratis Ongkir
S & K Berlaku
Garansi Produk
Untuk Produk Tertentu
Customer Support
Konsultasi & Technical
Distributor Resmi AMTAST di Indonesia
AMTAST Indonesia di bawah naungan Ukurdanuji (CV. Java Multi Mandiri) merupakan distributor resmi AMTAST di Indonesia. AMTAST adalah brand instrumen pengukuran dan pengujian ternama yang menyediakan berbagai macam alat ukur dan uji untuk laboratorium dan berbagai industri sesuai kebutuhan Anda.
© 2025 Copyright by CV. Java Multi Mandiri